Senin, 16 November 2015

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGUE HAEMORAGIK FEVER (DHF)

LAPORAN PENDAHULUAN DHF

A.    Definisi
      Dengue haemoragic fever adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthropodborn virus) dan di tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes albopictus dan Aedes aegypti).(ngastiyah,2005 : 368 )
    Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.(Suriadi,Rita Yuliani,2006 : 57 )
     Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh 4 tipe serotipe virus dengue dan ditandai dengan 4 gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan ( sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian.(Abdul Rohim,dkk,2002 : 45)
      Dengue haemoragic fever ( DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti ( betina).DHF terutama menyerang anak remaja dan dewasa dan sering kali menyebabkan kematian bagi penderita.(Christantie,Effendy,1995)
      Demam dengue / DHF dan demam berdarah dengue / DBD ( Dengue haemoragic fever / DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam,nyeri otot dan / atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis haemoragic.(Suhendro,dkk,2007 : 1709)
      Demam berdarah dengue ( dengue haemoragic fever, selanjutnya disingkat DHF ),ialah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah 2 hari pertama.(Hendarwanto :417)

B.     Etiologi
      Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 mm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106.
      Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan flavivirus lain seperti yellow fever, japanese encehphalitis dan west nille virus.
      Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus, kelinci,anjing, kelelawar, dan primate. Survei epidemiologi pada hewan ternak di dapatkan antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada artropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus aedes ( stegomyia ) dan toxorhynchites. ( Suhendro,2007 : 1709 )

C.    Epidemiologi
      Penyakit ini terdapat di daerah tropis, terutama  di negara asean dan pasific barat. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk aedes, di indonesia dikenal dua jenis nyamuk aedes yaitu :
•         Aedes aegypti
•         Aedes albopictus
Aedes aegypti
•         Paling sering ditemukan.
•         Adalah nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah yaitu di tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air di sekitar rumah.
•         Nyamuk ini sepintas lalu nampak berlurik, berbintik bintik putih.
•         Biasanya menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari.
•         Jarak terbang 100 meter
Aedes albopictus
•         Tempat habitatnya di tempat air jernih. Biasanya disekitar rumah atau pohon pohon, dimana tertampung air hujan yang bersih yaitu pohon pisang, pandan, kaleng bekas, dll.
•         Menggigit pada waktu siang hari.
•         Jarak terbang 50 meter.
Pola Epidemiologis
Interaksi Virus
Untuk memahami berbagai situasi epidemiologis yang muncul, penting untuk mengenali beberapa aspek dasar interaksi virus. Aspek – aspek tersebut meliputi :
•         Infeksi dengue tidak jarang menimbulkan kasus ringan pada anak
•         Infeksi dengue pada orang dewasa sering menimbulkan gejala, yang infeksi tersebut : pada beberapa epidemi rasio kesakitan yang tampak hamir mencapai 1. Akan tetapi, beberapa strain virus mengakibatkan kasus yang sangat ringan baik pada anak mauun orang dewasa yang sering tidak dikenali sebagai kasus dengue dan menyebar tanpa terlihat di dalam masyarakat.
•         Infeksi primer maupun sekunder dengue pada orang dewasa mungkin menimbukan perdarahan gastrointestinal yang parahbegitu juga kasus peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Contoh, tahun 1988 di Taiwan, banyak orang dewasa yang mengalai pedarahan yang berat yang di hubungkan dengan DEN -1 juga mengalami penyakit ulkus peptikum.
Siklus Penularan
•         Vektor : Aedes aegypti, spesies Aedes (Stegomyia) lain
•         Masa inkubasi ekstrinsik berlangsung selama 8 – 10 hari
•         Infeksi virus dengue pada manusia disebabkan oleh gigitan nyamuk
•         Masa inkubasi instrinsik sekitar 4 – 13 hari (rata – rata 4 – 7 hari )
•         Viraemia tampak sebelum awitan gejala dan berlangsung selama rata – rata lima hari setelah awitan
•         Penularan vertikan dapat terjadi, yang mungkin penting bagi kelangsungan hidup virus, tetapi tidak dalam siklus epidemi.

D.    Klasifikasi
Klasifikasi DHF berdasarkan patokan dari WHO (1999) DBD dibagi menjadi 4 derajat :
1.      Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanoa perdarahan spontan uji torniquet (+), trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2.      Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain.
3.      Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari.
4.      Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
Dengue Shock Syndrome ( DSS )
Dengue shock syndrome ( DSS ) adalah sindroma syok yang terjadi pada penderita Dengue  Hemorrhagic Fever ( DHF ) atau demam berdarah dengue.
Dengue syok sindrom bukan saja merupakan suatu permasalahan kesehatan masyarakat yang menyebar dengan luas atau tiba – tiba, tetapi juga merupakan suatu permasalahan klinis, karena 30 – 50 % penderita demam berdarah dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan demam suatu kematian terutama bila tidak ditangani secara dini dan adekuat.



E.     Manifestasi Klinis
•         Demam
Awalnya akut, cukup tinggi, dan kontinu, berlangsung lama 2 – 7 hari
•         Setiap manifestasi perdarahan berikut : petekia, purpura, ekimosis,epistaksis, gusi berdarah, dan hematemesis dan / atau melena.
•         Uji torniquet positif
Uji torniquet dilakukan dengan memompa manset tekanan darah sampai suatu titik tengah antara tekanan sistolik dan diastolik selama 5 menit. Hasil uji di nyatakan positif jika tampak 10 atau lebih petekia per 2,5 cm2. Pada kasus DHF, uji tersebut biasanya memberikan hasil yang pasti positif bila tampak 20 petekia atau lebih. Hasil uji mungkin negatif atau agak positif selama fase syok yang dalam. Hasil tersebut kemudian akan menjadi positif, bahkan terkadang sangat positif, jika dilakukan setelah pulih dari syok.
•         Pembesaran hati (hepatomegali)
Tampak pada beberapa tahap penyakit yaitu sekitar 90 – 98 % pada anak anak di thailand, tetapi di negara lain frekuensinya mungkin bervariasi.
•         Syok
Di tandai dengan denyut yang cepat dan lemah di sertai tekanan denyut yang menurun ( 20 mmHg atau kurang ), atau hipotensi, juga dengan kulit yang lembab, dingin, dan gelisah.
•         Temuan laboratorium
-          Trombositipenia ( 100.000 / mm3 atau kurang )
-          Hemokonsentrasi, peningkatan jumlah hematokrit sebanyak 20% atau lebih.
Dua kriteria klinis pertama, di tambah dengan trombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan jumlah hematokrit, sudah cukup untuk menetapkan diagnosis klinis DHF. Efusi pleura ( tampak melalui rontgen dada ) dan / atau hipoalbuminemia menjadi bukti penunjang adanya kebocoran plasma. Bukti ini sangat berguna terutama pada pasien yang anemia dan / atau mengalami perdarahan berat. Pada kasus syok, jumlah hematokrit yang tinggi dan trombositipenia memperkuat diagnosis terjadinya DHF / DSS. ( WHO, 2005 : 19 )
F.      Patofisiologi

Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan gejala karena viremia,seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran – pembesaran kelenjar – kelenjar getah bening, hati dan limfa. Ruam pada DHF disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DF dan DHF adalah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena penglepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat ekstravasasi cairan intra vaskular. Hal ini berakibat berkurangnya volume plasma,terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi,hipoproteinemia,efusi dan renjatan.  Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya pada saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.
Adanya kebocoren plasma ke daerah ekstravaskular dibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa, yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard yang pada autopsi ternyata melebihi jumlah cairan yang telah diberikan sebelumnya melalui infus. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoreksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah pemberian plasma / ekspander plasma yang efektif, sedangkan pada autopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang destruktif atau akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional  dinding pembuluh darah mungkin disebabkan mediator farmakologis yang bekerja singkat. Sebab lain kematian pada DHF adalah pedarahan hebat, yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak teratasi. Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi.
Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit. Penyidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadinya dalam sistem retikuloendotelial.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun dalam peredaran darah. Kelainan sistem koagulasi disebabkan di antaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang terbukti terganggu oleh aktivitas sistem koagulasi. Masakah tidaknya DIC pada DHF / DSS, terutama pada pasien dengan perdarahan hebat, sejak lama telah menjadi bahan perdebatan.
Telah terbukti bahwa DIC secara potensial dapat terjadi juga pada pasien DHF tanpa renjatan. Dikatakan pada masa dini DHF, peran DIC tidak menonjol dibandingkan dengan perembesan plasma, tetapi bila penyakit memburuk dengan terjadinya asidosis dan renjatan, maka renjatan akan memperberat DIC sehingga perannya akan menonjol.( Hendarwanto : 420 )

G.    Pemeriksaan Laboratorium
•         Darah
Pada DHF umumnya dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji tourniquetyang positif merupakan pemeriksaan penting.
Masa pembekuan masih dalam batas normal, tetapi masa perdarahan biasanya memanjang. Pada analisis kuantitatif ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX, dan X. Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta hipokloremia. SGPT, SGOT, ureum dan pH darahmungkin meningkat, sedangkan reserve alkali merendah.
•         Air Seni
Mungkin ditemukan albuminuria ringan.
•         Sumsum Tulang
Pada awal sakit biasanya hiposelular, kemudian menjadi hiperselular pada hari ke – 5 dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari ke – 10 biasanya sudah kembali normal untuk semua sistem.
•      Serologi
Uji serulogi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan atas dua kelompok besar, yaitu :
1.      Uji serulogi memakai serum ganda, yaitu serum yang diambil pada masa akut dan masa konvalesen. Pada uji ini yang dicari adalah kenaikan antibodi antidengue sebanyak minimal empat kali. Termasuk dalam uji ini pengikatan komplemen ( PK ), uji neutralisasi ( NT ) dan uji dengue blot.
2.        Uji serulogi memakai serum tunggal. Pada uji ini yang dicari ada tidaknya atau titer tertentu antibodi antidengue. Termasuk dalam golongan ini adalah uji dengue blot yang mengukur antibodi antidengue tanpa memandang kelas antibodinya ; uji IgM antidengue yang mengukur hanya antibodi antidengue dari kelas IgM.
I.       Penatalaksanaan
Setiap pasien tersangka DHF sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan pasien penyakit lain, sebaiknya pada kamar yang bebas nyamuk ( berkelambu ). Penatalaksanaan pada DHF ialah :
1.    Tirah baring
2.    Makanan lunak
Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5 – 2 liter dalam 24 jam ( susu, air gula atau sirop ) atau air tawar ditambah dengan garam saja.
3.    Medikamentosa yang bersifat simtomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres es di kepala,ketiak, dan inguinal. Antipiretik sebaiknya dari golongan asiminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian asetosal karena bahaya perdarahan.
4.    Antibiotik diberikan apabila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
 Pasien DHF perlu diobservasi telititerhadap penemuan dini tanda renjatan, yaitu :
1.      Keadaan umum memburuk
2.      Hati semakin membesar
3.      Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia
4.      Hematokrit meninggi pada pemeriksan berkala
Dalam hal ini ditemukan tanda – tanda dini tersebut, infus harus disiapkan dan terpasang pada pasien. Observasi meliputi pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernapasan ; serta Hb dan Ht setiap 4 – 6 jam pada hari – hari pertama pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam.
Terapi untuk DSS bertujuan utama untuk mengembalikan volume cairan intravaskuler dengan pemberian segera cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl faali, laktat Ringer atau bila terdapat renjatan yang berat dapat dipakai plasma atau ekspander plasma. Jumlah cairan dan kecepatan pemberian cairan disesuaikan dengan perkembangan klinis.
Kecepatan tetesan permulaan ialah 20 ml / kg BB, dan bila renjatan telah diatasi, kecepatan tetesan dikurangi menjadi 10 ml / kg BB / jam.
Pada kasus dengan renjatan berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak tampak perbaikan, di usahakan pemberian plasma atau ekspander plasma atau dekstran atau preparat hemasel dengan jumlah 15 – 29 ml / kg BB. Dalam hal ini perlu diperhatikan keadaan asidosis yang harus dikoreksi dengan Na – bikarbonas. Pada umumnya untuk menjaga keseimbangan volume intravaskuler, pemberian cairan intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun plasma dipertahankan 12 – 48 jam setelah renjatan teratasi.
1.      Pasien dengan perdarahan yang membahayakan ( hematemesis dan melena )
2.      Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan kadar Hb dan Ht.
Pemberian kortikolsteroid dilakukan setelah terbukti tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara terapi tanpa atau dengan kortikosteroid. Pada pasien dengan renjatan yang lama ( prolonget shock ), DIC diperkirakan merupakan penyebab utama perdarahan. Bila dengan pemeriksaan hematemesis terbukti adanya DIC, heparin perlu diberikan.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
a. Data  Subyektif
•         Panas
•         Lemah
•         Nyeri ulu hati
•         Mual dan tidak nafsu makan
•         Sakit menelan
•         Pegal seluruh tubuh
•         Nyeri otot, persendian, punggung dan kepala
•         Haus
b. Data Obyektif
•         Suhu tinggi selama 2 - 7 hari
•         Kulit terasa panas
•         Wajah tampak  merah , dapat disertai tanda kesakitan
•         Nadi cepat
•         Selaput mukosa mulut kering
•         Ruam dikulit lengan dan kaki
•         Epistaksis
•         Nyeri tekan pada epigastrik
•         Hematomesis
•         Melena
•         Gusi berdarah
•         Hipotensi
c. Data Penunjang
*        Hematokrit
*        Trombositopenia
*        Masa perdarahan memanjang

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peninhkatan permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah, dan demam.
2.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.
3.    Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus
4.    Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak
5.    Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakit
6.    Gangguan aktivitas sehari – hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah


INTERVENSI KEPERAWATAN

1.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peninhkatan permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah, dan demam.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam volume cairan tubuh terpenuhi
Kriteria Hasil : kebutuhan cairan pasien terpenuhi
Intervensi :
1.      Monitor keadaan umum pasien
2.      Observasi tanda – tanda vital setiap 2 – 3 jam
3.      Perhatikan tanda – tanda syok
4.      Berikan cairan intravena dan pertahankan tetesan sesuai dengan ketentuan
5.      Anjurkan anak untuk banyak minum
6.      Kaji perubahan produksi urine ( produksi urine < 25 ml / jam atau 600 ml / hari )

2.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria hasil : tidak adanya tanda – tanda kekurangan nutrisi, nafsu makan membaik
Intervensi :
1.      Monitor adanya perubahan berat badan, muntah, mual
2.      Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur dan hidangkan dalam keadaan hangat
3.      Berikan porsi makanan sedikit tapi sering hingga terpenuhi jumlah asupannya
4.      Berikan obat anti emesis sesuai dengan program / ketentuan bila perlu
5.      Berikan alternatif nutrisi yang dapat meningkatkan kadar trombosit

3.    Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam suhu tubuh kembali normal
Kriteria hasil : suhu tubuh normal, pasien tidak demam
Intervensi :
1.      Monitor tanda – tanda vital pasien
2.      Berikan kompres dingin
3.      Gunakan pakaian yang tipis untuk membantu penguapan
4.      Berikan antipiretik dan antibiotik sesuai dengan ketentuan
5.      Libatkan keluarga dan ajarilah cara melakukan kompres yang benar serta evaluasi perubahan suhu

4.    Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keluarga mengerti tentang kondisi anak
Kriteria hasil : keadaan keluarga baik, tidak ada cemas dalam keluarga
Intervensi :
1.      Mengkaji persepsi dan perasaan orang tua atau anggota keluarga terhadap kondisi yang penih stres
2.      Ijinkan orang tua dan keluarga memberikan respon secara panjang lebar, dan identifikasi faktor yang paling mencemaskan keluarga
3.      Identifikasi koping yang biasa digunakan keluarga dan seberapa besar keberhasilannya dalam mengatasi keadaan
4.      Tanyakan kepada keluarga apa yang dapat dilalakukan untuk membuat anak / keluarga menjadi lebih baik
5.      Memenuhi kebutuhan dasar anak : jika anak sangat bergantung dalam melakukan aktivitas sehari – hari

5.    Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam rasa nyeri berkurang
Kriteria hasil : rasa nyaman terpenuhi, nyeri berkurang atau hilang
Intervensi :
1.      Kajilah tingkat nyeri yang dialami pasien ( PQRST )
2.      Berikan posisi yang nyaman dan usahakan situasi yang tenang
3.      Berikan suasana yang gembira pada pasien, alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri ( libatkan keluarga )
4.      Berikan kesempatan pada pasien untuk berkomunikasi dengan teman – temannya
5.      Berikan obat – obatan analgetik ( kolaborasi dengan dokter )

6.    Gangguan aktivitas sehari – hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam aktivitas pasien tidak terganggu
Kriteria hasil : aktivitas pasien membaik, pasien dapat beraktivitas kembali dengan baik
Intervensi :
1.      Bantulah pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari – hari, libatkan juga keluarga
2.      Berikan penjelasan mengenai hal – hal yang dapat membantu dan meningkatkan kekuatan fisik pasien
3.      Siapkan bet didekat pasien

Rabu, 28 Oktober 2015

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE/ CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA)

LAPORAN PENDAHULUAN STROKECEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA)

A.     DEFINISI
·      Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakankelainanfungsiotak yang timbulmendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
·      Menurut WHO stroke adalah adanya tanda- tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler
·      Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak (Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebro vaskuler adalah  kehilangan fungsi otak yang diakibatkan  oleh berhentinya suplai darah kebagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzeret al, 2002).

B.      KLASIFIKASI
1.      Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
(Muttaqin, 2008)
      a.       Stroke Hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerahotaktertentu. Biasanyakejadiannyasaatmelakukanaktivitasatausaataktif, namun bisa juga terjadisaatistirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1)      Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.

2)      Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
      b.       Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
2    - Menurutperjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
       a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
      b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
      c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

C.    ETIOLOGI
Penyebab stroke menurutArifMuttaqin (2008):
      1.      Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a.       Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
·   Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
·   Oklusi mendadak pembuluh darah  karena terjadi trombosis.
·   Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus).
·   Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
b.      Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c.       Arteritis( radang pada arteri )
d.      Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
·         Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).
·         Myokard infark
·         Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
·         Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
2.      Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
3.      Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
      a.       Hipertensi yang parah.
      b.      Cardiac Pulmonary Arrest
      c.       Cardiac output turun akibat aritmia
4.      Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
      a.       Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
      b.      Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

D.     PATOFISIOLOGI 


Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang  tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Areaedemainimenyebabkandisfungsi yang lebihbesardaripada area infarkitusendiri. Edemadapatberkurangdalambeberapa jam ataukadang-kadangsesudahbeberapahari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jikatidakterjadiperdarahanmasif.Oklusipadapembuluhdarahserebraloleh  embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteri osklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia  cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.

Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 citMuttaqin 2008)

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TB PARU

A.    PENGERTIAN
       Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tettapi hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah (Sylvia A. Price & Wilson,2006)
      Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Arief Mansjoer, dkk, 2002)
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. (Smelzer & Bare, 2002)

B.     ETIOLOGI
       Penyebabnya adalah kuman microorganisme yaitu basil mycobacterium tuberculosis tipe humanus dengan ukuran panjang 1 – 4 um dan tebal 1,3 – 0,6 um, termasuk golongan bakteri aerob gram positif serta tahan asam atau basil tahan asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan . karena sebagian besar
kuman terdiri atas asam lemak (lipid). lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
     Tuberculosis ini ditularkan dari orang ke orang oleh trasmisi melalui udara. Individu yang terinfeksi, melalui bicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi, melepaskan droplet besar (lebih besar dari 100 u) dan kecil (1 sampai 5u). droplet yang besar menetap, sementara droplet kecil tertahan di udara dan terhirup oleh individu yang rentan.

C.     MANIFESTASI KLINIS
1.      Gejala Umum
Batuk terus menerus dan berdahak 3 (tiga) minggu atau lebih. Merupakan proses infeksi yang dilakukan Mycobacterium Tuberkulosis yang menyebabkan  lesi  pada  jaringan  parenkim  paru. 

2.      Gejala lain yang sering dijumpai
a.       Dahak bercampur darah
Darah berasal dari perdarahan dari saluran napas bawah, sedangkan dahak adalah hasil dari membran submukosa yang terus memproduksi sputum untuk berusaha mengeluarkan benda saing.
b.      Batuk darah
Terjadi akibat perdarahan dari saluran napas bawah, akibat iritasi karena proses batuk dan infeksi Mycobacterium Tuberkulosis.
c.       Sesak napas dan nyeri dada
Sesak napas diakibatkan karena berkurangnya luas lapang paru akibat terinfeksi Mycobacterium Tuberkulosis, serta akibat terakumulasinya sekret pada saluran pernapasan.
Nyeri dada timbul akibat lesi yang diakibatkan oleh infeksi bakteri, serta nyeri dada juga dapat mengakibatkan sesak napas.
d.      Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walau tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.
Merupakan gejala yang berurutan terjadi, akibat batuk yang terus menerus mengakibatkan kelemahan, serta nafsu makan berkurang, sehingga berat badan juga menurun, karena kelelahan serta infeksi mengakibatkan kurang enak badan dan demam meriang, karena metabolisme tinggi akibat pasien berusaha bernapas cepat mengakibatkan berkeringat pada malam hari.
(Departemen Kesehatan  Republik Indonesia, 2006)

D.    PATOFISIOLOGI

E.     PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.      Pemeriksaan Laboratorium
  1. Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit
  2. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
  3. Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
  4. Anemia bila penyakit berjalan menahun
  5. Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
  6. LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal pada tahap penyembuhan.
  7. GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
  8. Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
  9. Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.

2.      Pemeriksaan RadiologisFoto thorak : Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau effusi cairan. Perubahan menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga, area fibrosa.

F.     PENATALAKSANAAN MEDIS
Panduan OAT dan peruntukannya:
1.      Kategori -1(2 HRZE / 4H3R3)
Diberikan untuk pasien baru
a)      Pasien barui TB paru BTA positif
b)      Pasien TB paru BTA negatif thorak positif
c)      Pasien TB ekstra paru
2.      Kategori – 2 (2HRZES / HRZE / 5H3R3E3)
Diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya.
a)      Pasien kambuh
b)      Pasien gagal
c)      Pasien dengan pengobatan 3 tahun terputus ( Default)
3.      OAT sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti panduan paket untuk taha kategori -1 yang diberikan selama sebulan ( 28 hari) 

Jenis dan dosis obat OAT
1.      Isoniasid (H)
Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolic aktif. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg / kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 X semingggu diberikan dengan dosis 10 mg / kg BB.
2.      Rifamisin (R)
Dapat membununuh kuman semi dorman yang tidak dapat dibunuh isoniasid. Dosis 10 mg / kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 X seminggu.
3.      Pirasinamid (Z)
Dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian dianjurkan 25 mg / kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 X seminggu
4.      Streptomisin (S)
Dosis harian dianjurkan 15 mg / kg BB, sedeangkan untuk pengobatan intermiten 3 X seminggu diberikan dengan dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/ hari. Sedangkan untuk berumur 60 th atau lebih diberikan 0,50 gr/ hari.
(Departemen Kesehatan  Republik Indonesia, 2006)

ASUHAN KEPERWATAN PADA KLIEN
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN
“TB PARU”

A.    PENGKAJIAN
Pengumpulan Data
Biodata identitas klien dan penanggung jawab
1.      Identitas Klien
Dikaji nama, jenis kelamin, agama, alamat, suku bangsa, pekerjaan dan lain-lain.
2.      Identitas penanggung jawab
Dikaji nama, alamat, pekerjaan dan hubungan dengan klien.
3.      Riwayat Kesehatan
a.       Keluhan Utama
(Menjelaskan keluhan yang paling dirasakan oleh klien saat ini)
b.      Riwayat Kesehatan Sekarang
(Menjelaskan uraian kronologis sakit klien sekarang sampai klien dibawa ke RS, ditambah dengan keluhan klien saat ini yang diuraikan dalam konsep PQRST)
·         P : Palitatif /Provokatif
(Apakah yang menyebabkangejala, apa yang dapat memperberat dan menguranginya)
·         Q : Qualitatif /Quantitatif
(Bagaimana gejala dirasakan, nampak atau terdengar, sejauhmana merasakannya sekarang)
·         R : Region
(Dimana gejala terasa, apakah menyebar)
·         S : Skala
(Seberapakah keparahan dirasakan dengan skala 1 s/d 10)
·         T : Time
(Kapan gejala mulai timbul, berapa sering gejala terasa, apakah tiba-tiba atau bertahap)
c.       Riwayat Kesehatan Dahulu
(Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan dengan atau memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita klien saat ini. Termasuk faktor predisposisi penyakit dan ada waktu proses sembuh)
d.      Riwayat Kesehatan Keluarga
(Mengidentifikasi apakah di keluarga klien ada riwayat penyakit turunan atau riwayat penyakit menular)
e.       Pola Aktivitas Sehari-hari
(Membandingkan pola aktifitas keseharian klien antara sebelum sakit dan saat sakit, untuk mengidentifikasi apakah ada perubahan pola pemenuhan atau tidak)
4.      Pemeriksaan Fisik
(Fokus pada struktur dan perubahan fungsi yang terjadi dengan tehnik pemeriksaan yang digunakan Head to Toe yang diawali dengan observasi keadaan umum klien. Dan menggunakan pedoman 4 langkah yaitu Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
5.      Data Psikologis
(Berisi tentang status emosi klien, kecemasan, pola koping, gaya komunikasi, dan konsep diri)
6.      Data Sosial
(Berisi hubungan dan pola interaksi klien dalam keluarga dan masyarakat)
7.      Data Spiritual
(Mengidentifikasi tentang keyakinan hidup, optimisme terhadap kesembuhan penyakit, gangguan dalam melaksanakan ibadah)
8.      Data Penunjang
(Berisi tentang semua prosedur diagnostik dan laporan laboratorium  yang dijalani klien, dituliskan hasil pemeriksaan dan nilai normal, dituliskan hanya 3 kali pemeriksaan terakhir secara berturut-turut. Bila hasilnya fluktuatif, buat keterangan secara naratif)
9.      Program dan Rencana Pengobatan
(Berisi tentang program pengobatan yang sedang dijalani dan yang akan dijalani oleh klien)

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1.      Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
2.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
3.      Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia, Penurunan kemampuan finansial.
4.      Intoleransi aktivitas berhubungandengan ketidakseimbangan antara suplaidan kebutuhan oksigen
5.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan: Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat,Terbatasnya pengetahuan/kognitif

C.    PERENCANAAN
1.      Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
Tujuan             : Bersihan jalan nafas kembali normal
Kriteria hasil :
·         Mempertahankan jalan nafas pasien
·        Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
Intervensi
Rasional
1)       Kaji fungsi pernapasan contoh : Bunyi nafas, kecepatan, irama,  kedalaman dan penggunaan otot aksesori
2)       Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif : catat karakter, jumlah sputum, adanya emoptisis
3)       Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi. Bantu pasien untuk batuk dan latihan napas dalam
4)       Bersihkan sekret dari mulut dan trakea : penghisapan sesuai keperluan
5)       Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan
1)      Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan atelektasis
2)      Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal. Sputum berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronkal dan dapat memerlukan evaluasi
3)      Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan
4)      Mencegah obstruksi / aspirasi
2.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
Tujuan             : Pertukaran gas kembali normal
Kriteria hasil    :
·         Permukaan paru kembali efektif
·         Penurunan dispneu
·         BB meningkat
Intervensi
Rasional
1.      Kaji adanya gangguan bunyi atau pola nafas
2.      Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas
3.      Kolaborasi : berikan tambahan oksigen yang sesuai
1.      TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian kecil bronchopneumoni sampai inflamasi difusi luas, nekrosis, efusi pleura.
2.      Menurunkan kinsumsi oksigen
3.      Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi/ menurunnya alveolar paru
3.      Perubahan kebutuhan nutrisi,kurang dari kebutuhan berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia, Penurunan kemampuan finansial.
Tujuan             : Kebutuhan nutrisi kembali terpenuhi
Kriteria hasil    :
·         BB meningkat
Intervensi
Rasional
1.      Kaji status nutrisi
2.      Pastikan pola makanan yang biasa klien sukai
3.      Dorong klien untuk makan sedikit tapi sering
4.      Kolaborasi : ahli diit untuk komposisi diit
5.      Kolaborasi : berikan obat antipiretik sesuai indikasi
1.      Untuk menentukan intervensi yang tepat
2.      Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/ kekuatan khusus
3.      Memaksimalkan masukan nutrisi
4.      Memberikan bantuan dalam perencanaan diit dengan nutrisi adekuat
5.      Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan juga konsumsi kalori

DAFTAR PUSTAKA
1.      Brunner&Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 1&2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran : EGC
2.      Crofton, John. 2002. Pedoman penanggulangan TB, Widya Medika: Jakarta
3.      Departemen Kesehatan. Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan TB. Jakarta
4.      Doenges, ME at. All., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan, Edisi III, Cetakan I, EGC, Jakarta.

5.      Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid 1. Jakarta: FKUI