Rabu, 28 Oktober 2015

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE/ CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA)

LAPORAN PENDAHULUAN STROKECEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA)

A.     DEFINISI
·      Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakankelainanfungsiotak yang timbulmendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
·      Menurut WHO stroke adalah adanya tanda- tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler
·      Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak (Corwin, 2009). Stroke atau cedera cerebro vaskuler adalah  kehilangan fungsi otak yang diakibatkan  oleh berhentinya suplai darah kebagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzeret al, 2002).

B.      KLASIFIKASI
1.      Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
(Muttaqin, 2008)
      a.       Stroke Hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerahotaktertentu. Biasanyakejadiannyasaatmelakukanaktivitasatausaataktif, namun bisa juga terjadisaatistirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1)      Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.

2)      Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
      b.       Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
2    - Menurutperjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
       a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
      b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
      c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

C.    ETIOLOGI
Penyebab stroke menurutArifMuttaqin (2008):
      1.      Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a.       Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
·   Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
·   Oklusi mendadak pembuluh darah  karena terjadi trombosis.
·   Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus).
·   Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
b.      Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c.       Arteritis( radang pada arteri )
d.      Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
·         Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).
·         Myokard infark
·         Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
·         Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
2.      Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
3.      Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
      a.       Hipertensi yang parah.
      b.      Cardiac Pulmonary Arrest
      c.       Cardiac output turun akibat aritmia
4.      Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
      a.       Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
      b.      Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

D.     PATOFISIOLOGI 


Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang  tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Areaedemainimenyebabkandisfungsi yang lebihbesardaripada area infarkitusendiri. Edemadapatberkurangdalambeberapa jam ataukadang-kadangsesudahbeberapahari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jikatidakterjadiperdarahanmasif.Oklusipadapembuluhdarahserebraloleh  embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteri osklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia  cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.

Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 citMuttaqin 2008)

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TB PARU

A.    PENGERTIAN
       Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tettapi hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah (Sylvia A. Price & Wilson,2006)
      Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Arief Mansjoer, dkk, 2002)
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. (Smelzer & Bare, 2002)

B.     ETIOLOGI
       Penyebabnya adalah kuman microorganisme yaitu basil mycobacterium tuberculosis tipe humanus dengan ukuran panjang 1 – 4 um dan tebal 1,3 – 0,6 um, termasuk golongan bakteri aerob gram positif serta tahan asam atau basil tahan asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan . karena sebagian besar
kuman terdiri atas asam lemak (lipid). lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
     Tuberculosis ini ditularkan dari orang ke orang oleh trasmisi melalui udara. Individu yang terinfeksi, melalui bicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi, melepaskan droplet besar (lebih besar dari 100 u) dan kecil (1 sampai 5u). droplet yang besar menetap, sementara droplet kecil tertahan di udara dan terhirup oleh individu yang rentan.

C.     MANIFESTASI KLINIS
1.      Gejala Umum
Batuk terus menerus dan berdahak 3 (tiga) minggu atau lebih. Merupakan proses infeksi yang dilakukan Mycobacterium Tuberkulosis yang menyebabkan  lesi  pada  jaringan  parenkim  paru. 

2.      Gejala lain yang sering dijumpai
a.       Dahak bercampur darah
Darah berasal dari perdarahan dari saluran napas bawah, sedangkan dahak adalah hasil dari membran submukosa yang terus memproduksi sputum untuk berusaha mengeluarkan benda saing.
b.      Batuk darah
Terjadi akibat perdarahan dari saluran napas bawah, akibat iritasi karena proses batuk dan infeksi Mycobacterium Tuberkulosis.
c.       Sesak napas dan nyeri dada
Sesak napas diakibatkan karena berkurangnya luas lapang paru akibat terinfeksi Mycobacterium Tuberkulosis, serta akibat terakumulasinya sekret pada saluran pernapasan.
Nyeri dada timbul akibat lesi yang diakibatkan oleh infeksi bakteri, serta nyeri dada juga dapat mengakibatkan sesak napas.
d.      Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walau tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.
Merupakan gejala yang berurutan terjadi, akibat batuk yang terus menerus mengakibatkan kelemahan, serta nafsu makan berkurang, sehingga berat badan juga menurun, karena kelelahan serta infeksi mengakibatkan kurang enak badan dan demam meriang, karena metabolisme tinggi akibat pasien berusaha bernapas cepat mengakibatkan berkeringat pada malam hari.
(Departemen Kesehatan  Republik Indonesia, 2006)

D.    PATOFISIOLOGI

E.     PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.      Pemeriksaan Laboratorium
  1. Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit
  2. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
  3. Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
  4. Anemia bila penyakit berjalan menahun
  5. Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
  6. LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal pada tahap penyembuhan.
  7. GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
  8. Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
  9. Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.

2.      Pemeriksaan RadiologisFoto thorak : Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau effusi cairan. Perubahan menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga, area fibrosa.

F.     PENATALAKSANAAN MEDIS
Panduan OAT dan peruntukannya:
1.      Kategori -1(2 HRZE / 4H3R3)
Diberikan untuk pasien baru
a)      Pasien barui TB paru BTA positif
b)      Pasien TB paru BTA negatif thorak positif
c)      Pasien TB ekstra paru
2.      Kategori – 2 (2HRZES / HRZE / 5H3R3E3)
Diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya.
a)      Pasien kambuh
b)      Pasien gagal
c)      Pasien dengan pengobatan 3 tahun terputus ( Default)
3.      OAT sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti panduan paket untuk taha kategori -1 yang diberikan selama sebulan ( 28 hari) 

Jenis dan dosis obat OAT
1.      Isoniasid (H)
Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolic aktif. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg / kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 X semingggu diberikan dengan dosis 10 mg / kg BB.
2.      Rifamisin (R)
Dapat membununuh kuman semi dorman yang tidak dapat dibunuh isoniasid. Dosis 10 mg / kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 X seminggu.
3.      Pirasinamid (Z)
Dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian dianjurkan 25 mg / kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 X seminggu
4.      Streptomisin (S)
Dosis harian dianjurkan 15 mg / kg BB, sedeangkan untuk pengobatan intermiten 3 X seminggu diberikan dengan dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/ hari. Sedangkan untuk berumur 60 th atau lebih diberikan 0,50 gr/ hari.
(Departemen Kesehatan  Republik Indonesia, 2006)

ASUHAN KEPERWATAN PADA KLIEN
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN
“TB PARU”

A.    PENGKAJIAN
Pengumpulan Data
Biodata identitas klien dan penanggung jawab
1.      Identitas Klien
Dikaji nama, jenis kelamin, agama, alamat, suku bangsa, pekerjaan dan lain-lain.
2.      Identitas penanggung jawab
Dikaji nama, alamat, pekerjaan dan hubungan dengan klien.
3.      Riwayat Kesehatan
a.       Keluhan Utama
(Menjelaskan keluhan yang paling dirasakan oleh klien saat ini)
b.      Riwayat Kesehatan Sekarang
(Menjelaskan uraian kronologis sakit klien sekarang sampai klien dibawa ke RS, ditambah dengan keluhan klien saat ini yang diuraikan dalam konsep PQRST)
·         P : Palitatif /Provokatif
(Apakah yang menyebabkangejala, apa yang dapat memperberat dan menguranginya)
·         Q : Qualitatif /Quantitatif
(Bagaimana gejala dirasakan, nampak atau terdengar, sejauhmana merasakannya sekarang)
·         R : Region
(Dimana gejala terasa, apakah menyebar)
·         S : Skala
(Seberapakah keparahan dirasakan dengan skala 1 s/d 10)
·         T : Time
(Kapan gejala mulai timbul, berapa sering gejala terasa, apakah tiba-tiba atau bertahap)
c.       Riwayat Kesehatan Dahulu
(Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan dengan atau memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita klien saat ini. Termasuk faktor predisposisi penyakit dan ada waktu proses sembuh)
d.      Riwayat Kesehatan Keluarga
(Mengidentifikasi apakah di keluarga klien ada riwayat penyakit turunan atau riwayat penyakit menular)
e.       Pola Aktivitas Sehari-hari
(Membandingkan pola aktifitas keseharian klien antara sebelum sakit dan saat sakit, untuk mengidentifikasi apakah ada perubahan pola pemenuhan atau tidak)
4.      Pemeriksaan Fisik
(Fokus pada struktur dan perubahan fungsi yang terjadi dengan tehnik pemeriksaan yang digunakan Head to Toe yang diawali dengan observasi keadaan umum klien. Dan menggunakan pedoman 4 langkah yaitu Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
5.      Data Psikologis
(Berisi tentang status emosi klien, kecemasan, pola koping, gaya komunikasi, dan konsep diri)
6.      Data Sosial
(Berisi hubungan dan pola interaksi klien dalam keluarga dan masyarakat)
7.      Data Spiritual
(Mengidentifikasi tentang keyakinan hidup, optimisme terhadap kesembuhan penyakit, gangguan dalam melaksanakan ibadah)
8.      Data Penunjang
(Berisi tentang semua prosedur diagnostik dan laporan laboratorium  yang dijalani klien, dituliskan hasil pemeriksaan dan nilai normal, dituliskan hanya 3 kali pemeriksaan terakhir secara berturut-turut. Bila hasilnya fluktuatif, buat keterangan secara naratif)
9.      Program dan Rencana Pengobatan
(Berisi tentang program pengobatan yang sedang dijalani dan yang akan dijalani oleh klien)

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1.      Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
2.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
3.      Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia, Penurunan kemampuan finansial.
4.      Intoleransi aktivitas berhubungandengan ketidakseimbangan antara suplaidan kebutuhan oksigen
5.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan: Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat,Terbatasnya pengetahuan/kognitif

C.    PERENCANAAN
1.      Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
Tujuan             : Bersihan jalan nafas kembali normal
Kriteria hasil :
·         Mempertahankan jalan nafas pasien
·        Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
Intervensi
Rasional
1)       Kaji fungsi pernapasan contoh : Bunyi nafas, kecepatan, irama,  kedalaman dan penggunaan otot aksesori
2)       Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif : catat karakter, jumlah sputum, adanya emoptisis
3)       Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi. Bantu pasien untuk batuk dan latihan napas dalam
4)       Bersihkan sekret dari mulut dan trakea : penghisapan sesuai keperluan
5)       Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan
1)      Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan atelektasis
2)      Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal. Sputum berdarah kental atau darah cerah diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronkal dan dapat memerlukan evaluasi
3)      Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan
4)      Mencegah obstruksi / aspirasi
2.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
Tujuan             : Pertukaran gas kembali normal
Kriteria hasil    :
·         Permukaan paru kembali efektif
·         Penurunan dispneu
·         BB meningkat
Intervensi
Rasional
1.      Kaji adanya gangguan bunyi atau pola nafas
2.      Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas
3.      Kolaborasi : berikan tambahan oksigen yang sesuai
1.      TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari bagian kecil bronchopneumoni sampai inflamasi difusi luas, nekrosis, efusi pleura.
2.      Menurunkan kinsumsi oksigen
3.      Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi/ menurunnya alveolar paru
3.      Perubahan kebutuhan nutrisi,kurang dari kebutuhan berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia, Penurunan kemampuan finansial.
Tujuan             : Kebutuhan nutrisi kembali terpenuhi
Kriteria hasil    :
·         BB meningkat
Intervensi
Rasional
1.      Kaji status nutrisi
2.      Pastikan pola makanan yang biasa klien sukai
3.      Dorong klien untuk makan sedikit tapi sering
4.      Kolaborasi : ahli diit untuk komposisi diit
5.      Kolaborasi : berikan obat antipiretik sesuai indikasi
1.      Untuk menentukan intervensi yang tepat
2.      Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/ kekuatan khusus
3.      Memaksimalkan masukan nutrisi
4.      Memberikan bantuan dalam perencanaan diit dengan nutrisi adekuat
5.      Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan juga konsumsi kalori

DAFTAR PUSTAKA
1.      Brunner&Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 1&2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran : EGC
2.      Crofton, John. 2002. Pedoman penanggulangan TB, Widya Medika: Jakarta
3.      Departemen Kesehatan. Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan TB. Jakarta
4.      Doenges, ME at. All., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan, Edisi III, Cetakan I, EGC, Jakarta.

5.      Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid 1. Jakarta: FKUI

Kamis, 15 Oktober 2015

LAPORAN PENDAHULUAN TYPHOID ABDOMINALIS

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN TYPHOID ABDOMINALIS

A. Pengertian

 Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, (Syaifullah Noer, 1998).
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12 – 13 tahun (70% - 80%), pada usia 30 - 40 tahun (10%-20%) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak (5%-10%). (Mansjoer, Arif 1999).
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran (FKUI. 1999).

B. Etiologi

a) Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:
• antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida)
• antigen H(flagella)
• antigen V1 dan protein membrane hialin.
b) Salmonella parathypi A
c) salmonella parathypi B
d) Salmonella parathypi C
e) Faces dan Urin dari penderita thypus (Rahmad Juwono, 1996).

C. Patofisiologi

     Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. 
     Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
    Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.



STRUKTUR PATOFISIOLOGIS





D. Gejala Klinis

Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 – 30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal (gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas) :
• Perasaan tidak enak badan
• Lesu
• Nyeri kepala
• Pusing
• Diare
• Anoreksia
• Batuk
• Nyeri otot (Mansjoer, Arif 1999).
Menyusul gejala klinis yang lain
1. DEMAM
Demam berlangsung 3 minggu
• Minggu I : Demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari
• Minggu II : Demam terus
• Minggu III : Demam mulai turun secara berangsur - angsur
2. GANGGUAN PADA SALURAN PENCERNAAN
• Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor
• Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan
• Terdapat konstipasi, diare
3. GANGGUAN KESADARAN
• Kesadaran yaitu apatis – somnolen
• Gejala lain “ROSEOLA” (bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit) (Rahmad Juwono, 1996).

E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium
• Pemeriksaan darah tepi : dapat ditemukan leukopenia,limfositosis relatif, aneosinofilia, trombositopenia, anemia
• Biakan empedu : basil salmonella typhii ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam minggu pertama sakit
• Pemeriksaan WIDAL - Bila terjadi aglutinasi
 1/200
³- Diperlukan titer anti bodi terhadap antigeno yang bernilai   4 kali antara masa akut dan konvalesene mengarah³atau peningkatan  kepada demam typhoid (Rahmad Juwono, 1996).

F. Penatalaksanaan

Terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1) Perawatan
• Tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.
 2 jam untuk mencegah dekubitus.
±• Posisi tubuh harus diubah setiap
• Mobilisasi sesuai kondisi.
2) Diet
• Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan penyakitnya (mula-mula air-lunak-makanan biasa)
• Makanan mengandung cukup cairan, TKTP.
• Makanan harus menagndung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein, tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas.
3) Obat
• Antimikroba
 Kloramfenikol

 Tiamfenikol

 Co-trimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulkametoksazol)

• Obat Symptomatik
 Antipiretik

 Kartikosteroid, diberikan pada pasien yang toksik.

 Supportif : vitamin-vitamin.

 Penenang : diberikan pada pasien dengan gejala neuroprikiatri (Rahmad Juwono, 1996).


G. Komplikasi

Komplikasi dapat dibagi dalam :
1. Komplikasi intestinal
 Perdarahan usus

 Perforasi usus

 Ileus paralitik


2. Komplikasi ekstra intestinal.
 Kardiovaskuler :
 kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis) miokarditis, trombosis, dan tromboflebitie.
 Darah : anemia hemolitik, tromboritopenia, sindrom uremia hemolitik

 Paru : pneumoni, empiema, pleuritis.

 Hepar dan kandung empedu : hipertitis dan kolesistitis.

 Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.

 Tulang : oeteomielitis, periostitis, epondilitis, dan arthritis.

ü Neuropsikiatrik : delirium, meningiemus, meningitie, polineuritie, perifer, sindrom Guillan-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.
ü Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi sering terjadi pada keadaan tokremia berat dan kelemahan umum, terutama bila perawatan pasien kurang sempurna (Rahmad Juwono, 1996).

H. Pencegahan

1. Usaha terhadap lingkungan hidup :
a. Penyediaan air minum yang memenuhi
b. Pembuangan kotoran manusia (BAK dan BAB) yang hygiene
c. Pemberantasan lalat.
d. Pengawasan terhadap rumah-rumah dan penjual makanan.
2. Usaha terhadap manusia.
a. Imunisasi
b. Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene sanitasi personal hygiene. (Mansjoer, Arif 1999).

ASUHAN KEPERAWATAN :

A. Pengkajian

1. Identitas
    Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no. Registerasi, status                   perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal MR.


2. Keluhan Utama
    Pada pasien Thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu makan menurun, panas dan     demam.
     a. Riwayat Penyakit Dahulu
         Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Thypoid, apakah tidak pernah, apakah menderita              penyakit lainnya.
     b. Riwayat Penyakit Sekarang
         Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia, mual, muntah, diare, perasaan            tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan                    kesadaran berupa somnolen sampai koma.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga
    Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau sakit yang lainnya.

4. Riwayat Psikososial
    Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-gejala yang dalami,     apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya.

5. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola pesepsi dan tatalaksana kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.
3) Pola aktifitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
4) Pola tidur dan aktifitas
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
5) Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
6) Pola reproduksi dan sexual
Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan terjadi perubahan.
7) Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
9) Pola penanggulangan stress
Stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
10) Pola hubungan interpersonil
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.

6. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak enak, anorexia.

2) Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

3) Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.

4) Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung.

5) Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa 
didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.

6) Sistem integumen
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.

7) Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.

8) Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.

9) Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.

10) Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.


B. Diagnosa keperawatan

1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest.
4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah).

C. Intervensi dan Implementasi
 

1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhsi
Tujuan : suhu tubuh normal/terkontrol.
Kriteria hasil : Pasien melaporkan peningkatan suhu tubuh
Mencari pertolongan untuk pencegahan peningkatan suhu tubuh.
Turgor kulit membaik
Intervensi :
 Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh
R/ agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang timbul.
 Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat
R/ untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh.
 Batasi pengunjung
R/ agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan tidak terasa panas.
 Observasi TTV tiap 4 jam sekali
R/ tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
 2,5 liter / 24 jam
± Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum
R/ peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
 Memberikan kompres dingin
R/ untuk membantu menurunkan suhu tubuh
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian tx antibiotik dan antipiretik
R/ antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk menurangi panas.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil : - Nafsu makan meningkat
- Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan
Intervensi
 Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi.
R/ untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat.
 Timbang berat badan klien setiap 2 hari.
R/ untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan.
 Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang, maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat.
R/ untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
 Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
R/ untuk menghindari mual dan muntah.
 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parenteral.
R/ antasida mengurangi rasa mual dan muntah.
Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bed rest
Tujuan : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.
Kriteria hasil : Kebutuhan personal terpenuhi
Dapat melakukan gerakkan yang bermanfaat bagi tubuh.
memenuhi AKS dengan teknik penghematan energi.
Intervensi :
 Beri motivasi pada pasien dan kelurga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan (missal. Miring kanan, miring kiri).
R/ agar pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest.
 Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum).
R/ untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi.
 Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.
R/ untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas.
 Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.
R/ untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus.

4. Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan cairan yang berlebihan (diare/muntah)
Tujuan : tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan
Kriteria hasil : Turgor kulit meningkat
Wajah tidak nampak pucat
Intervensi :
 Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga.
R/ untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.
 Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
R/ untuk mengetahui keseimbangan cairan.
 2,5 liter / 24 jam.
± Anjurkan pasien untuk banyak minum

R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan.
 Observasi kelancaran tetesan infuse.
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah adanya odem.
 Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral).

D. Evaluasi

Dari hasil intervensi yang telah tertulis, evaluasi yang diharapkan :
 Dx : peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhii
Evaluasi : suhu tubuh normal (36 o C) atau terkontrol.
 Dx : gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
Evaluasi : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat.
 Dx : intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest
Evaluasi : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.
 Dx : gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah)
Evaluasi : kebutuhan cairan terpenuhi